Tuesday, December 22, 2009


Manisnya Cinta kepada ALLAH

Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi
(hafizhahullah)

Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap
orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita,
harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan
sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan
mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang
bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk
mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa
keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang
pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama
cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan
anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami
melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu
sedikitpun. Allahul Musta’an (Allah-lah tempat kita meminta tolong)

Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi
menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan
benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai
landasan bagi pembolehan terhadap segala yang berfirman, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)

Rasulullah bersabda dalam haditsnya dari shahabat Tsauban ‘Hampir-hampir
orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah
tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu
sangat sedikit?’ Rasulullah berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan
tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut
rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke
dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang
dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah ‘Cinta dunia dan takut
mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, “Allah
memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia
kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan
Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua memberitakan bahwa hal-hal
tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga
membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka,
semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong
kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari
cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang
sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”

DEFINISI CINTA

Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan
kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan, “Cinta
tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak
menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti)
definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

HAKIKAT CINTA

Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah.
Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan
menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan
menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang
bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang
dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

CINTA KEPADA ALLAH

Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak
dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata, ”Sebagian
salaf (orang yang terdahulu lagi shalih) mengatakan bahwa suatu kaum telah
mengaku cinta kepada Allah, lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:
“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah
akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Mereka (sebagian salaf) berkata, “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai
kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta
faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah , faidah dan buahnya
adalah kecintaan Allahmengikuti Rasulullah maka kecintaankepada
kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah Allah kepada kalian tidak akan
terwujud dan akan hilang.”

Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya
tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda,“Tiga
hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan
manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain
keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya
melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran
setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

SEBAB-SEBAB CINTA KEPADA ALLAH

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada
Allah) ada sepuluh perkara:
1. Membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang
dimaukannya.
2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan
wajib.
3. Terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
4. Mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
5. Hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan
mengetahuinya.
6. Menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
7. Tunduknya hati di hadapan Allah
8. Berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke
langit dunia).
9. Duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
10. Menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah .
(Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)

CINTA ITU IBADAH

Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang
memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain.
Allah berfirman, “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)

Adapun dalil dari hadits Rasulullah adalah hadits Anas yang telah disebut di
atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah
Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

MACAM-MACAM CINTA

Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang
membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam
kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada
empat macam, yaitu:
1. Cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan
hadits di atas.
2. Cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman, “Dan di antara
manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi
Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka
kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
3. Cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan
Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman, “Dan
kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)
4. Cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang
;dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah
berfirman dalam surat Yusuf ayat 8, “Ketika mereka (saudara-saudara
Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak
kita daripada kita.”

Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan
kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah
menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta
kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau
bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

BUAH CINTA KEPADA ALLAH

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan
hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling
kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan
didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan, “Dasar tauhid dan ruhnya adalah
keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan
penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat
ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada
Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)

Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain Allah, Maka kita
tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan boleh secara
global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.
Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya
kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.
Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam
maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.
Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.

Wallahu a’lam.

0 comments: